Menyikapi Rasa Cinta

Beratnya Jatuh Cinta


Jatuh cinta bagi seorang insan yang normal adalah sebuah hal yang tidak bisa di hindari, bahkan perasaan suka dan daya tarik-menarik antara lawan jenis adalah sebuah fitrah yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta. Tetapi walau begitu bukan berarti jiwa yang lagi kasmaran berekspresi bebas tak memperhatikan koridor yang telah di syari’atkan.  Dapatkah di sepakati bahwa mayoritas jiwa-jiwa yang dimabuk cinta akan dihibur, di pupuk dan bertambah mabuk dengan lagu-lagu cinta yang melow. Dan lagu-lagu yang dimaksudkan tersebut ialah lagu yang di sesuaikan dengan kondisi hati si pendengarnya, pada saat hati sedang sedih ya lagu sedih,  dan ketika berbunga-bungan pastinya lagu bahagia penyubur cinta.
            Menyikapi hal ini cobalah kita pikirkan siapa yang menciptakan hati kok bisa ada rasa suka, duka, riang gembira dan lain sebagainya. Dan jawabannya adalah Allah yang Maha Pencipta yang menciptakan semua rasa tersebut. Setelah itu apakah penting bagi kita memperhatikan ridhoNya untuk kebahagian hati, atau  bebas leluasa tanpa memperhatikan ridhoNya yang penting bahagia tertawa dan berjalannya proses cinta mencinta. Sungguh untuk kebahagiaan sejati haruslah dengan mengikuti syari’at atau aturan-aturan agama yang telah di tetapkan untuk para pencinta.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Saya belum pernah melihat solusi untuk dua orang yang saling jatuh cinta, selain nikah
(HR. Ibnu Majah 1847, Mushannaf Ibn Abi Syaibah 15915 dan dishahihkan Al-Albani, hadits ini saya kutip dari link Konsultasi Syari'ah yang diasuh oleh Ustadz Ammi Nur Baits).


Apakah layak cinta yang sebenar-benarnya hanya diakadkan dengan kata “Maukah kau jadi pacarku ?” Haa, pacar ? apalagi pas nembaknya lewat kabal telepon, atau dari kuota  W.a, atau kalau mau yang lebih ekstrim lewat chattingan gratis Bbm. Semurah itukah hati wanita sehingga dapat di lunakkan hanya melintas di sosial media, tentunya hati seorang wanita sangatlah mahal dan yang memahalkan tak cukup lewat kata “ sungguh aku cinta” melainkan harus dengan “saya terimah nikahnya”.
Islam tak melarang jatuh cinta bahkan sudah jadi fitrah manusia untuk saling  mencintai, tetapi tak sebebas yang di kira. Dan hal yang bersifat “bebas” dapat menyebabkan “lepas”, lepas dari  mendapatkan pasangan yang baik, lepas dari mertua yang baik, lepas dari kehidupan rumah tangga yang baik, karena ia hidup dalam kebebasan tanpa batasan dan arahan. Lantas batasan dan arahan apa sih yang di maksudkan ? coba perhatikan hadits nabi diatas, Saya belum pernah melihat solusi untuk dua orang yang saling jatuh cinta, selain nikah.  Tetapi kenyataannya banyak insan yang memilih jalan instan yang dinamakan dengan pacaran bukan dengan jalan sah akad pernikahan.
Langkah selanjutnya ketika jatuh cinta apakah kita sudah siap untuk menikah, apakah sudah siap berumah tangga, apakah sudah siap punya anak tiga. Bagi laki-laki apa modalmu menikah, hanya uang? Atau hanya modal nasi goreng cinta. Hendaknya bagi para pemuda untuk dapat mempersiapkan  “sesuatu” ketika ia jatuh cinta dan ingin menikah, mau tidak mau urusan Ilmu agama, penghasilan, kepribadian, jiwa kepemimpinan haruslah ada walau bagaimanapun juga.
            Perempuan yang ingin bahagia tak cukup tok uang milyaran rupiah, tapi ilmu agama menghidupkan sunnah, hidup qana’ah membimbimbing ke jannah,   menjadi dambaan kaum hawa yang belajar shalihah. Sudah cukup bosan telinga ini mendengar desas-desus tidak bahagianya sebuah rumah tangga walaupun di selubungi harta kaya raya dan apa penyebabnya melainkan di sebabkan karena dalam rumah tersebut minimnya praktik keagamaan, sungguh merugi keluarga-keluarga demikian. Ketahuilah agama adalah segala-galanya dalam hidup ini.

Penulis            : Handri Wardani (Handriadi Iswardani)

Baca Juga       : Menyikapi Rasa Cinta (bagian 2)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sedih? Kau Hanya Butuh Hiburan

Manfaat Ganti Oli

Tidak Semua Yang Kita Inginkan Harus Terwujud