Menyikapi Kegagalan

“Malam, dan Bulan yang Menghiasinya”


            Ini bukan sebuah novel, bukan sebuah kisah fiktif, tapi ini adalah sebuah majas (ungkapan) dari sebuah kehidupan yang dialami oleh orang-orang yang berusia muda. Berawal dari kegagalan demi kegagalan sehingga terpikirkan untuk dilukiskan kedalam tulisan. Berbagai macam rintangan-rintangan hidup dan hikmah-hikmah setelahnya. Sabarlah dalam memahami tulisan ini karena memang ini sebuah majas hati. Yang terpenting, ada pelajaran yang bisa diambil dari tulisan ini.
            Semua orang pernah mengalami kegagalan, termasuk saya yang sedang berbicara lewat tangan dan pikiran. Bertahun-tahun dimana langit malam ku pandangi, menuntutku berpikir dan merenungi sampai kapan hidupku seperti ini, tapi yakinlah aku dan kalian hanya menunggu yang namanya mati. Kita semua mempunyai keinginan terhadap sesuatu, lalu ingin mewujudkannya, dan setelah terwujud apakah ia masih berharga sedangkan tubuh sudah berada didalam tanah.
            Renungilah malam yang dihiasi dengan hiasan-hiasan langit yang indah, betapa jauh dan luas langit itu. Ya, ternyata kita akan berpindah kesebuah tempat yang abadi. Surga, atau neraka. Ini tentang sebuah keinginan yang tidak tercapai, dan pertanyaannya, apakah kita terima, ikhlas, berserah diri, atau justru menolak takdir?
            Dan pilihanku tertuju kepada berusaha untuk berserah diri dan mengikhlaskan. Kenapa, karena dengan dua hal tersebutlah yang bisa membuat tidur tetap nyenyak, makan tetap banyak, dan otak tetap netral. Mengertikah kalian? Coba seandainya engkau pilih untuk tetap memikirkan dan menyesali, maka hidupmu akan di penuhi dengan kegelisahan, penyesalan, membuat waktu tidurmu tersita, makanmu berkurang, dan otakmu terasa sakit karena beban pikiran. Maka ikhlaskan usaha-usahamu yang telah gagal. Berserah-dirilah kepada Yang Maha Kuasa bahwa walaupun engkau bersusah payah mendapatkannya tapi jika Allah telah menggariskan bahwa hal itu adalah luput untukmu maka ia takkan pernah dapat kau genggam sedikitpun.
            Tapi, tak jarang  banyak hati yang menyangkal bahwa ikhlas dan berserah diri terhadap kegagalan merupakan sebuah hal yang sangat sulit. Jawabannya tidaklah sulit jika Allah memudahkan, maka berdo’alah supaya Allah membuat hati ini lapang, ikhlas dan berserah diri kepadaNya.
            Lihatlah dunia betapa luas dia, betapa banyak tempat-tampat asing yang belum dijajaki lantas kenapa hati maunya dengan kesedihan yang sempit bergelung bagaikan katak dalam tempurung. Badai pasti berlalu, ya kalimat singkat ini lebih dari cukup untuk meyakinkan diri bahwa tak selamanya kesedihan ini dirasakan. Engkau lihat manusia betapa banyak bukan, manusia memang berjumlah sangat banyak dan dengan berbagai macam permasalahannya masing-masing. Dan satu yang kupahami, manusia antar manusia akan mengalami cekcok dan konflik yang ternyata banyak terjadi karena kesalahpahaman. Oh betapa sulit untuk akur dan baik, wajar saja dan tanyalah kenapa? Karena kita hanyalah manusia.
            Aku berkaca, dan terlihat tulang pipiku telah menonjol. Itu artinya aku tidak muda lagi. Kadang terlintas dibenak bahwa aku tidak ingin tua, aku tidak ingin tua, tapi inilah sekenario Yang Maha Pencipta. Aku akan mati, yaa aku akan mati. Dan kabar baiknya, adalah tatkala aku dapat berserah diri dan melewati hari dengan ikhlas untuk mengahadapi apa yang akan aku dihadapi. Sungguh, tak panjang angan-angan itu membuat jiwa terasa enteng dan bahagia.
Saudaraku, ikhlaskanlah. Dan berserah dirilah. Dunia ini luas, yaa dunia ini luas.


Penulis : Handri Wardani (Handriadi Iswardani) 

Comments

Popular posts from this blog

Sedih? Kau Hanya Butuh Hiburan

Manfaat Ganti Oli